Kamis, 28 Februari 2013

HABIBI & AINUN



Poster Film Habibie&Ainun

Temen-temen sekitar saya pasti tau kenapa saya ngebet banget nonton film ini dari beberapa bulan yang lalu sejak saya tau dari (ehem) pacar saya kalo film ini dalam proses penggarapan (hhe). Dua orang laki-laki yang jadi magnet dalam film ini (yap) Reza Rahadian dan Bachrudin Jusuf Habibie. Keduanya benar-benar magnet yang mengagumkan bagi saya bahkan sampe detik ini. Tulisan ini saya anggap bukan kritik tapi inilah reaksi dari seorang yang suka nonton film setelah ngeliat film yang dia tunggu-tunggu.Berikut sinopsis film yang diproduseri MD Pictures ini.

Habibie & Ainun bercerita tentang perjalanan cinta antara Mantan Presiden ketiga RI, Pak habibie dengan istri tercintanya Bu Ainun. Di adaptasi dari sebuah buku karya Pak Habibie sendiri, film ini bercerita romantis. Habibie yang biasa di sapa Rudi (Reza) bertemu dengan Ainun (Bunga) saat dia kembali dari Jerman karena mengidap penyakit Tuberkulosis. Dari pertemuan pertama mereka langsung terpikat satu sama lain. Perjuangan Rudi mendapatkan Ainun jadi terasa mudah meski dulunya Rudi belum menjadi seseorang yang sukses. Akhirnya Rudi melamar Ainun di dalam becak dan 12 Mei mereka menikah. Ainun meninggalkan profesinya sebagai dokter demi menemani Rudi ke Jerman. Mereka berdua hidup disana selama beberapa tahun. Hidup mereka tidak penuh harta. Namun tidak ada satupun keluhan yang keluar dari mereka berdua. Mereka memperlihatkan berumah tangga yang baik. Istri yang selalu mendukung suaminya, menjalani hidup dengan tegar, dan selalu bahagia dengan apapun yang suaminya berikan. Serta suami yang selalu ingin memberi yang terbaik untuk sang istri. Mereka berdua benar-benar memiliki cinta yang sejati. Kesulitan itu berakhir setelah Rudi berhasil dengan penemuannya yang diterapkan pada kereta api modern. Kehidupan mereka pun makmur. Hingga suatu saat Indonesia memanggil Rudi yang memaksanya meninggalkan Ainun dan kedua anak mereka di Jerman. Karir Rudi Habibie semakin menajak sampai akhirnya dia bisa membuat pesawat terbang (baca: truk terbang). Kesuksesan yang lain datang begitu pula dengan gangguan-gangguannya. Namun Habibie punya istri yang hebat dibelakangnya. Akhir film ini tentu sudah diketahui seluruh penonton. Ainun meninggal akibat Kanker Ovarium stadium 3 yang telah lama ia sembunyikan dari Rudi, suaminya.


Waktu Ainun menjalani pengobatan kanker di Jerman


Romansa cinta yang sarat akan keterikatan emosi. Awalnya saya ragu abang saya (baca: Reza Rahadian-hhe-) disandingkan bersama Bunga Citra Lestari, namun setelah nonton film ini keraguan itu hilang. Bunga Citra Lestari menurut saya membawakan sosok Bu Ainun dengan cukup bagus dan ga mengecewakan. Dia hadir sebagai sosok istri sekaligus ibu negara yang kuat dan mencintai suaminya. Namun ada beberapa yang terlalu berlebihan misal waktu marahnya Ainun ketika Habibie tidak mau istirahat. Reza Rahadian berhasil menunjukkan citranya sebagi Aktor Terbaik, dia membawakan peran Pak Habibie dengan sangat sangat sangat sangat sangat bagus tanpa celah. Gestur tubuhnya, cara berbicaranya, cara tertawanya, caranya bersikap, berjalan, semuanya begitu mirip dan menghadirkan sosok Pak Habibie ditengah gedung bioskop. Waktu dia menangis itu airmata yang tidak dibuat-buat. Menangisi pesawatnya, menangisi kepergian bu Ainun, semuanya berhasil mengharu birukan dan membengkakkan mata penonton. Begitu pula dengan pemain-pemain pendukung yang tak tampil sia-sia, mereka turut memberikan warna sehingga film ini tak membosankan.

Faozan Rizal berhasil mengeksekusi film ini menjadi drama romantis yang menyejukkan. Ginatri S. Noer dan Ifan Adriansyah Ismail sebagai penulis skenario pun menyampaikan cerita cinta yang penuh konfilk sederhana namun mengalir realistis. Di dukung dengan penataan artistik yang membuat kita kenal Indonesia jaman dahulu. Film ini mengalir dengan nyaman.

Bumbu yang agak tidak menyedapkan dalam film ini adalah Iklan. Baru kali ini saya nonton film dengan iklan sebanyak itu. Promosinya pun tak sebatas lewat, beberapa dialog menyuarakan iklan tersebut secara tersirat. Selain itu Make-up yang tidak konsisten. Waktu yang berlalu beberapa puluh tahun tidak begitu memperlihatkan perubahan wajah kedua pemeran utama. Bu Ainun pada beberapa acara kenegaraan kadang terlihat tua kadang pula terlihat masih muda. Wardrobe pun begitu, salah satu anak Habibie saya perhatikan memakai jaket yang sama dibeberapa scene yang berselang hari.

Namun saya salut dengan dokumentasi beritanya. Ketika penerbangan pertama pesawat (lupa angkanya hhe) yang diciptakan Habibie dan anak-anak Indonesia yang dihadiri presiden Soeharto serta dokumentasi-dokumentasi tragedi-tragedi yang berlangsung saat itu. Selain itu lokasi dan properti syuting yang menyerupai aslinya, menambah kesan wah pada film ini.

Eksplorasi sinematografi kurang maksimal, terlebih ketika adegan Habibie berjalan di salju yang lebat. Kalau menurut pacar saya pemajangan foto Reza Rahadian di samping foto Pak Soerharto itu pun menganggu (hhe, tapi scene itu bikin ketawa). Menurt saya pun begitu, karena sebelumnya tokoh pak Harto sudah diperankan oleh orang lain kenapa bukan foto orang itu saja yang dipajang. Dan scene terakhir memperlihatkan Pak Habibie asli yang mengunjungi makaM Bu Ainun (abang Rezanya ga dikeliatin).

Sang sutradara yang biasa dikenal sebagai sinematografi film Tendangan dari Langit dan Perahu kertas ini pun, cukup bagus mengawali debut pertamanya sebagai sutradara. Film Habibie & Ainun laku keras dan menyita perhatian penonton Indonesia. Film Indonesia rasanya tak terpuruk karena dicintai bangsanya sendiri. Over all, Habibie & Ainun menghadirkan drama cinta romantis yang dirindukan. Dewasa namun tak dewasa, penuh sikap dan emosi intelektual.


romansa cinta Habibie&Ainun


Sebenernya kalo kita jeli, kita sebagai penonton bisa mengambil hal lain dalam film tersebut. Inspirasi untuk mencintai bangsa, pengalaman dalam kegagalan, kegigihan dan ketekunan dalam mengarungi hidup serta sikap seorang negarawan pun tampak. Hal itu diperlihatkan secara nyata dari dua pemeran utama film ini. Habibie & Ainun bukan sekedar cuplikan, meski itu kisah 48 tahuan lebih yang dirangkum dalam kurang lebih 120 menit. Bukan sekedar keindahan yang digaungkan komersial. Film itu menggugah kita, menilik kembali sejarah dan membangunnya kembali. Jadilah bangsa yang percaya diri, tidak menjatuhkan martabat dan harga diri didepan bangsa lain. Semoga film Indonesia terus belajar menjadi lebih baik. Semoga lahir Habibie-Habibie kecil sebagai negarawan yang mengabdi tulus pada pertiwi yang rindu kepatuhan anaknya.

RECTOVERSO (yang tak terungkapkan)


Cinta yang tak terungkap
film omnibus dengan lima cerita.
film ini dibuka oleh gambar closep up dengan setting kamar Abang. Scene pertama tersebut merupakan cerita dari Malaikat juga Tahu. Abang (Lukman Sardi) adalah seorang pria autis. Dia menyukai Leia (Prisia Nasution) yang notabennya kos dirumahnya. Hans -adik Abang- datang dan menjalin hubungan dengan Leia. Hati Abang hancur. Cerita kedua Firasat bercerita tentang seorang gadis -Senja- yang bergabung dalam sebuah club bernama Firasat. Suatu ketika dia mempunyai firasat buruk dan dia mengira hal itu pertanda bahwa sebuah kejadian buruk akan menimpa orang yang dia sukai. Tanpa sempat keduanya menyatakan cinta, Roda sepeda senja berputar tanpa pengendaranya. Acha dan Indra Birowo beradu akting dalam cerita Cinta dalam Gelas, dua sahabat yang sangat dekat, Amanda dan Regie. Amanda seorang wanita cantik yang sering di khianati pacarnya. Regia sebagai sahabat baik sekaligus tempat curhat, dia selalu ada saat Amanda membutuhkan. Bahkan waktu Amanda sakit Regie segera datang ke apartemennya dengan segelas air putih. Keduanya selalu bersama tanpa menyadari perasaan masing-masing.  Cicak-cicak di Dinding merupakan binatang favorit Taja, seorang seniman lukis yang jatuh cinta pada seorang wanita -Saras- yang ternyata merupakan calon istri sahabat karibnya. Dia mengungkapkan kesetiaannya dengan kado pernikahan berupa lukisan cicak untuk Saras dan Abang, sahabat karibnya. Cerita terakhir dari sekumpulan backpacker empat laki-laki. Al, perempuan yang selalu mengamati mereka. Al menaruh perhatian pada salah seorang dari mereka, namun Al hanya bisa melihat punggungnya tanpa tau apa warna bola matanya. Kesempatan mereka bertemu dan berbincang tiba, dan Al sudah cukup puas hanya dengan melihat matanya karena dia tau warna matanya hanzel. Al mengungkapkan perasaannya hanya dengan Isyarat.


Lima cerita tersebut mengalir dengan visi yang sama, membuat penonton merasakan cinta yang tak terungkap. Cinta yang dekat sebenarnya tapi tidak bisa mereka miliki secara utuh. Kelima sutradra perempuan dalam film ini ikut tampil sebagai cameo dan mereka cantik. Secantik warna sinematografi yang disuguhkan.

Peran Abang hidup dari akting seorang Lukman Sardi. Dramatis dan Realistis. Pemeran yang lain juga menjalankan kerjanya dengan bagus. Aktor dan Aktris terlihat sangat diperhitungkan. Kebanyakan mereka para pemain yang sudah tidak asing di layar bioskop, bahkan termasuk cameonya. Film ini terkesan berkelas meski ceritanya dan endingnya sesimple ini. Durasi kurang lebih dua jam dan sama sekali tidak terasa lama.
Soundtrack film juga musik-musik mellow yang membuat penonton merasakan romantisnya dan sekaligus berdukanya. Suara Gleen Fredly di scene-scene terakhir membuat saya pribadi meleleh. Awesome.

Dibalik merdunya, setiap karya pasti juga punya kelemahan. Namun itulah proses yang patut kita hargai dan apresiasi. Kita tidak akan bisa bikin karya yang bagus tanpa bantuan karya yang kurang bagus.

RECTOVERSO hadir dengan penyelesaian konflik yang menggantung. Menggantungkan perasaan penonton serta masing-masing peran didalamnya. Karakter-karakter unik dalam film ini seakan lenyap dalam akhir cerita yang entah bagaimana. Pesan yang tersampaikan pada penonton hanya berupa kesan. Kesan betapa hancurnya hati Abang, Taja, dan tokoh utama dalam setiap cerita. Konflik datar dalam cerita Hanya Isyarat dan Cinta dalam Gelas juga sangat disayangkan. Jika kita bandingkan dengan Jakarta Mahgrib film ini ada di dua tingkat dibawahnya, menurut saya.

Terlepas dari itu semua, RECTOVERSO menambah kumpulan film omnibus Indonesia yang layak dan tidak terlalu 'mengeluhkan'.